BONESATU.COM – Tak ubahnya dengan tahun – tahun sebelumnya, APBD Kabupaten Bone Tahun Anggaran (TA) 2025 kembali digerogoti Pokok – Pokok Fikiran (Pokir) DPRD.
Pokir pada dasarnya adalah usulan dari anggota DPRD secara personal berdasarkan aspirasi yang mereka peroleh pada saat melakukan reses.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, dalam format APBD TA 2025 terdapat kurang lebih Rp.40 M Pokir anggota DPRD dalam bentuk paket – paket kecil yang tersebar pada 3 OPD Tekhnis, yakni Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (Perkimtan) sebesar Rp.13,5 M, Dinas Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang (DBMCKTR) sebesar Rp.10,6 M, dan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) sebesar Rp.15,8 M.
Jumlah yang tersebut di atas belum termasuk pada sejumlah Paket Besar dan dari OPD Tekhnis lainnya.
Dominasi Pokir DPRD dalam APBD dinilai sangat merugikan OPD karena selain anggarannya tidak sebanding dengan biaya operasional OPD juga sebagian besar tidak memberi dampak signifikan terhadap kinerja.
” Bayangkan kalau Pokir 1 orang anggota DPRD misalnya 3 M, sementara anggaran OPD untuk seluruh pegawainya termasuk gaji hanya 1 M, inikan tidak adil, “,ungkap Andi Akbar Napoleon, Ketua Laskar Arung Palakka (LAP) Bone, Rabu (15/1/25).
Menurut dia, akibat dari membengkaknya Pokir DPRD, pengelolaan anggaran menjadi tidak efektif, karena sebagian besar Pokir tersebut tidak sejalan dengan target kinerja OPD.
” Coba bayangkan, uang besar yang seharusnya bisa memenuhi kegiatan besar, tapi dipecah – pecah akhirnya tidak memberi dampak terhadap kinerja OPD yang bersangkutan “,tuturnya.
” Contoh pada DBMCKTR, seharusnya kan kinerjanya pengaspalan jalan Kabupaten, tapi anggaran milyaran dipecah – pecah menjadi Paving Blok, kan tidak efektif. Jalan besar yang berlubang – lubang, malah dikerja lorong – lorong “,tuturnya lagi.
Dia malah mencurigai jika Pokir DPRD tersebut menjadi sarana praktek kolusi bagi anggota DPRD untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari setiap kegiatan proyek yang mereka klaim sebagai Pokirnya.
” Pokir itu diklaim sehingga mengintervensi OPD dalam pelaksanaannya. Pelaksana proyek seharusnya ditentukan oleh PPK, tapi karena intervensi itu, sehingga rekanannya ditentukan oleh anggota DPRD sendiri, “bebernya.
Berdasarkan indikasi tersebut lanjutnya, melalui lembaga LAP Bone pihaknya telah melayangkan laporan ke pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel untuk ditelusuri.
” Laporannya sudah kita sampaikan, kita tunggu tindakan dari pihak Kejati sembari kita mencari bukti – bukti tambahan “,pungkasnya.
Kepala Bappeda Bone, Ade Fariq Ashar yang dikonfirmasi masih belum memberi jawaban.
Laporan : Budiman