BONESATU.COM – Polemik pemotongan anggaran sejumlah OPD di Kabupaten Bone akhirnya dijelaskan secara gamblang oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Penjelasan ini diungkap salah satu anggota TAPD Bone, Andi Iqbal Walinono bahwa, pemotongan anggaran (Refocusing) dan pergeseran anggaran (Realokasi) terpaksa dilakukan dalam rangka pemenuhan porsi Dana Alokasi Umum (DAU) yang memiliki peruntukan khusus (Earmarking) sebesar Rp.345.583.397.000 dari total DAU sebesar Rp.1.088.077.784.000.
Secara historis dia jelaskan, pada saat penyusunan dokumen Kebijakan Umum Anggaran – Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA – PPAS) Tahun Anggaran (TA) 2023 bulan Juni lalu, pihak TAPD menggunakan acuan PP Nomor 12 tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, karena pada saat itu, Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 yang mengatur Tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2023 belum terbit.
” Karena Pedoman Penyusunan APBD tahun anggaran 2023 belum turun saat itu, sementara agenda penyusunan APBD sudah harus berjalan, makanya seperti biasanya, kita gunakan acuan PP Nomor 12 tahun 2019. Dalam PP itu menyebutkan, jika plafon anggaran 2023 belum ada, maka penyusunan APBD mengacu pada plafon anggaran tahun sebelumnya, itulah dasarnya saat itu kita susun KUA – PPAS “,tuturnya, Kamis (17/3/23).
Berdasarkan itulah lanjutnya, pihak TAPD memproyeksikan plafon DAU tahun 2022 sebesar Rp.996.360.633.000 ke dalam dokumen KUA – PPAS TA 2023, dimana seperti tahun – tahun sebelumnya, DAU tersebut terformat sebagai dana kreasi murni daerah.
” DAU inilah yang kita proyeksikan dalam KUA – PPAS sampai disepakati di DPRD pada bulan September tahun 2022 lalu dan menjadi dasar selanjutnya dalam penyusunan Rancangan APBD TA 2023. “,sebutnya.
Dia melanjutkan, ditengah pembahasan rancangan APBD TA 2023, turun plafon anggaran dari pusat, dimana format DAU justru berbeda dari tahun – tahun sebelumnya. Item Plafon DAU yang turun pada awal Oktober tahun 2022 lalu sebesar Rp.1.088.077.784.000 tersebut, ternyata bukan hanya berisi DAU kreasi murni, tapi terdapat item DAU Spesific Grant atau Earmarking.
Rinciannya, DAU kreasi murni ternyata hanya sebesar Rp.742.494.387.000 dan DAU Earmarking sebesar Rp.345.583.397.000 yang terbagi lagi dalam DAU Bidang Pendidikan sebesar Rp.111.259.736.000, DAU Bidang Kesehatan sebesar Rp.116.908.638.000, DAU Formasi PPPK Rp.87.679.002.000, DAU PU Rp.20.936.021.000 dan DAU Kelurahan Rp.8.800.000.000.
Akibatnya, jika mengacu pada DAU kreasi murni dalam Plafon Anggaran tahun 2023 tersebut sebesar Rp. 742.494.387.000, maka secara otomatis jumlah ini lebih sedikit dari jumlah DAU kreasi murni tahun 2022 yang sudah terlanjur terproyeksi sebelumnya dalam KUA – PPAS, yakni Rp.996.360.633.000 atau terdapat selisih kelebihan sebesar Rp.253.866.246.000.
” Makanya kelebihan inilah yang terlanjur tersebar dianggaran masing – masing OPD, yang mana sebenarnya merupakan DAU Earmarking. Itulah sebabnya sehingga porsi DAU Earmarking yang seharusnya utuh sebesar Rp.345.583.397.000 karena belum bisa dijabarkan berhubung Juknisnya belum turun menjadi berkurang dan hanya tersisa Rp.91.7171.151.000 “,jelasnya.
Memang diakui Andi Iqbal Walinono yang tak lain Kabid Anggaran BKAD Bone bahwa, pada saat turunnya plafon anggaran 2023 tersebut, pihak TAPD memiliki kesempatan untuk melakukan penyesuaian, apalagi Rancangan APBD saat itu masih berproses, namun dilemanya kata dia, secara regulatif hal itu tidak dimungkinkan, karena KUA – PPAS sudah disepakati.
” Dalam aturan pengelolaan keuangan daerah kan jelas, rancangan APBD harus mengacu pada KUA – PPAS, jadi kalau kita lakukan penyesuaian plafon, maka tentu pagu anggaran dirancangan APBD berbeda dengan nota keuangan dalam KUA – PPAS yang sudah disepakati, tentu ini tidak diperbolehkan dalam regulasi “,terangnya.
Diakuinya lagi, kondisi dilematis ini memaksa TAPD untuk konsultasi ke BKAD Provinsi Sulsel dan hasilnya, Pemerintah Daerah disarankan untuk mengalokasikan sisa anggaran DAU Earmarking tersebut pada beberapa OPD yang memiliki relevansi dengan Bidang masing – masing, yakni untuk DAU Earmarking Bidang Pendidikan disarankan di Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan, Dinas Pemuda Olahraga, Dinas Kelautan & Perikanan, Dinas Pariwisata dan Dinas Tenaga Kerja. Untuk DAU Ermarking Bidang Kesehatan disarankan pada Dinas Kesehatan dan DLHD, sementara untuk DAU Ermarking Pekerjaan Umum disarankan pada Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang.
” Sebenarnya alokasi anggaran DAU Earmarking secara kumulatif sesuai yang disarankan, sudah terpenuhi saat itu, sehingga kita anggap rancangan APBD 2023 sudah memenuhi ketentuan sampai penetapan “,tuturnya.
Hanya saja lanjutnya lagi, terbitnya PMK 211 dan 212 tahun 2022 setelah penetapan APBD 2023 tersebut, ternyata subtansinya berbeda dari yang disarankan. DAU Earmarking secara rinci sudah ditentukan penggunaannya oleh PMK tersebut, mulai dari jenis program, kegiatan sampai pada sub kegiatan yang direncanakan
” PMK itu ternyata mengatur secara rinci sampai pada persentase dari masing – masing urusan, seperti Gaji tenaga pendidik dan kesehatan maksimal 20 persen, JKN maksimal 25 persen. Akibatnya, DAU Earmarking yang sudah dialokasikan di beberapa OPD kembali harus dihitung ulang untuk memenuhi ketentuan “,paparnya.
Dari hasil perhitungan TAPD, ternyata program, kegiatan dan sub kegiatan DAU Earmarking Bidang Pendidikan dan Kesehatan belum mencukupi sesuai ketentuan yang diatur dalam lampiran PMK 212 Tahun 2022 tersebut atau terdapat kekurangan sebesar Rp.115 Milyar Rupiah.
” Itulah yang memaksa kita untuk segera melakukan realokasi dan refocusing, apalagi kita juga dikejar waktu untuk agenda penyaluran DAU Earmarking ini, tapi Alhamdulillah laporannya sudah kita ajukan ke pusat “,ujarnya.
Secara Tekhnis dia jelaskan, realokasi yang dimaksud yaitu menggeser anggaran dari beberapa sub kegiatan yang sudah terjabarkan ke sub kegiatan DAU Earmarking disetiap OPD. Sementara refocusing yang dimaksud adalah memindahkan anggaran dari OPD ke OPD yang mengelola sub kegiatan DAU Earmarking.
” Semua yang kita lakukan ini, tak lain untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana mengamanahkan Pemerintah Daerah dalam menyusun APBD dan Perubahan APBD harus memperhatikan konsekwensi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah agar dapat diukur secara rasional “,pungkasnya.
Laporan : Budiman