BONESATU.COM – Sejumlah masalah yang bersifat prinsipil dihadapi Pemkab Bone dalam menyikapi berbagai regulasi dari pusat saat ini rupanya turut menjadi perhatian pihak DPRD.
Sebut saja masalah parsial anggaran pascaterbitnya regulasi dari Kementerian Keuangan yang menuntut kebijakan refocusing dan realokasi atau pemangkasan program dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.
Kondisi ini ditanggapi Anggota DPRD Bone dari PBB, Saipullah Latif sebagai hal yang menyulitkan Pemkab Bone dalam pengambilan kebijakan di tengah keterbatasan anggaran.
Olehnya itu kata dia, pihak Pemkab harus lebih cermat dan selektif dalam menjaring program-program, baik yang di-refocusing maupun yang di-realokasi atau dipangkas.
“Memang DPRD tidak punya kewenangan dalam kebijakan parsial, tapi tentu parsial ini berkaitan dengan kepentingan rakyat Bone, jadi secara otomatis kita juga perihatin ,” tuturnya melalui telepon seluler, Rabu (24/2/21).
“Karena ini berkaitan dengan kepentingan orang banyak, makanya kita meminta agar pemerintah betul-betul harus cermat, bukan hanya melihat porsi perintah dari PMK itu, tapi juga ada banyak regulasi lain yang harus diperhatikan,”jelasnya.
Seperti lanjutnya, pada kewajiban pengalokasian anggaran infrastruktur sesuai mandatory spending yang berkaitan dengan pinjaman PEN (Pengendalian Ekonomi Nasional) sebesar Rp500 miliar dalam APBD tahun 2021.
Hal ini menurutnya, sudah diperhitungkan Pemkab bersama DPRD dalam APBD sebagai bagian dari pengalokasian anggaran mandatory spending bidang infrastruktur.
“Ini hanya sebagai contoh, jika anggaran infrastruktur di luar dari pinjaman PEN jor-joran dipangkas, lantas ketika kemudian tidak sesuai lagi ketentuan mandatory spending, inikan jadi bumerang nantinya,” ucapnya.
Apalagi lanjutnya, realisasi pinjaman PEN yang direncanakan belum bisa dipastikan angkanya, bahkan belum tentu seluruhnya bisa dipenuhi pemerintah pusat, sehingga sangat berpotensi mengacaukan ketentuan pengalokasian mandatory spending.
“Perlu diwanti-wanti dan diperhitungkan lebih detail agar tidak menjadi masalah di kemudian hari,” tuturnya.
Begitu juga pada masalah molornya mutasi promosi dan pengukuhan pascaterbitnya revisi Perda tentang Struktur Organisasi Pemkab Bone, di mana menurut Ketua Komisi 1 DPRD ini, memberi dampak buruk terhadap kinerja pemerintahan.
“Ini juga butuh perhatian, karena selain berpotensi mengacaukan administrasi pemerintahan, juga berdampak buruk pada kinerja perangkat daerah,” tuturnya lagi.
Dia memberi contoh pada potensi masalah yang terjadi pada Dinas PUPR Bone, di mana sejumlah pejabat eselon III di antaranya, Kepala Bidang (Kabid) Bangunan Gedung sudah dilantik di OPD tersebut sesuai ketentuan nomenklatur baru dalam revisi Perda Struktur Organisasi. Kabid Bangunan Gedung awalnya di bawah naungan Dinas Perkimtan.
Hal ini secara otomatis merubah nomenklatur Dinas PUPR menjadi Dinas Bina Marga, Cipta Karya dan Penataan Ruang (BMCKTR), namun sampai saat ini pimpinan OPD tersebut belum dikukuhkan.
” Tentu secara administratif hal ini mengacaukan dan bisa saja menjadi temuan pemeriksaan nantinya. Bukan hanya itu, hal ini juga mempengaruhi kinerja, karena program dari bidang tersebut otomatis belum bisa berjalan,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, refocusing anggaran dan pemangkasan program saat ini tengah dirumuskan Pemkab Bone.
Refocusing dan pemangkasan program dilakukan pascaterbitnya PMK Nomor 17 Tahun 2021 yang memerintahkan refocusing anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) di mana DAU itu sendiri telah berkurang dari Rp1,028 triliun menjadi Rp995 miliar atau berkurang sebesar Rp32,9 miliar.
Sementara untuk refocusing anggaran dari DAU sebesar 8 persen atau senilai Rp79,6 miliar.
Laporan: Budiman