BONESATU.COM, Watampone – Merasa gerah dengan berbagai kejanggalan dalam proses lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP), Bagian Pengadaan Barang Dan Jasa, Setda Bone, akhirnya sejumlah kontraktor bersuara.
Di depan Penjabat Sekda Bone, Andi Muh. Yamin, Jumat (5/6/2020) para kontraktor yang tergabung dalam Gapeksindo Bone ini mengungkap berbagai kecurangan yang dilakukan oleh oknum panita lelang di ULP, sehingga membuat sistem proses lelang pada sejumlah proyek tidak berjalan dengan semestinya, tapi justru terkesan sarat dengan rekayasa.
Seperti diungkap Ketua Gapeksindo Bone, Halim Laga, bahwa permainan oknum panitia lelang pada beberapa paket proyek cenderung diskriminatif, mereka merekayasa sistem untuk memenangkan satu rekanan, sehingga tidak jarang melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan regulasi.
“Ini saja yang lelang 6 paket irigasi, tiba-tiba ditender ulang tanpa alasan yang jelas, tidak ada klarifikasi dan evaluasi, kan aneh,” sebutnya.
Sementara kata dia, beberapa paket proyek pembangunan jembatan yang proses lelangnya bersamaan dengan paket irigasi tersebut tetap dilanjutkan, padahal semua persyaratannya sama.
“Kalau paket irigasi itu dibatalkan, kenapa jembatan tidak, apa bedanya, kan dokumen persyaratan yang diajukan sama,” ujarnya.
Konspirasi Panitia dengan Rekanan “Ketua Kelas”
Halim bahkan membeberkan bahwa upaya diskriminatif ini terjadi lantaran oknum panitia diduga berkonspirasi dengan salah satu rekanan yang mengendalikan rekanan lainnya, di mana rekanan yang dia sebut sebagai ‘ketua kelas’ ini memfasilitasi rekanan lainnya untuk membagi pemenang tender.
“Bagaimana tidak, kontraktor yang mau ikut lelang terlebih dahulu melapor ke ketua kelas, nanti ketua kelas ini yang petakan dan sampaikan ke panitia,” bebernya.
Bahkan sebutnya lagi, upaya diskriminatif dalam penentuan pemenang bukan hanya terjadi saat ini, tapi sudah bertahun – tahun, sehingga sangat berdampak pada kerugian daerah, karena selain menghambat pelaksanaan pembangunan juga berimbas pada pemborosan anggaran proyek.
“Aturan yang ada sekarang semakin simpel, tapi sengaja dibuat rumit sehingga memakan waktu lama, juga penentuan pemenang tidak berpatokan pada rendahnya penawaran, inikan jelas merugikan daerah,” terangnya.
Dia memberi contoh pada paket lelang pengadaan Combine Padi dengan nilai pagu anggaran Rp1,5 Miliar. Pemenang tender dari paket lelang tersebut justru memiliki nilai penawaran tertinggi yang hanya membanting harga 3 juta. Sementara peserta lainnya yang kalah ada yang membanting harga sampai 400 juta.
“Kalau kita ikuti aturan sekarang, tentu pada tahap kualifikasi, peserta diurut berdasarkan nilai terendah dalam penawaran, kenapa bisa urutan 10 langsung menjadi urutan pertama dan menjadi pemenang,” jelasnya.
“Inikan jelas merugikan daerah, karena seharusnya penawaran terendah yang jadi prioritas agar harga bisa diminimalisir. Kalau soal kewajaran, itukan bisa diantisipasi dengan menaikkan nilai jaminan sebagai resiko bagi rekanan dan aturan sekarang memang seperti itu,” terangnya lagi.
Sementara, Penjabat Sekda Bone, Andi Muh. Yamin setelah mendengar berbagai keluhan dari pihak Gapeksindo berupaya untuk menampung protes yang disampaikan dan berjanji untuk mengklarifikasi pada pihak ULP.
“Kami akan bicarakan masalah ini dengan pihak ULP, dan mungkin pada waktu selanjutnya akan kita pertemukan agar permasalahannya bisa lebih jelas,” kata Muh. Yamin.
DPRD Bone Sebut Ulah Oknum ULP Sudah Bersifat Kasuistik
Bukan hanya itu, pihak Gapeksindo ini juga menemui anggota DPRD Bone untuk menyampaikan hal yang sama.
Dalam rapat yang dipimpin langsung Ketua DPRD Bone, Irwandi Burhan terungkap kalau persoalan ini sudah ditangani pihak DPRD Bone dalam beberapa rapat kerja.
Namun sampai saat ini upaya penyelesaiannya masih mengalami kebuntuan karena selain dihambat oleh masalah pandemi Covid-19, juga sikap ULP yang terkesan tidak kooperatif dalam setiap rapat kerja yang dilaksanakan.
“Sebenarnya persoalan seperti ini sudah beberapa kali kita tangani, bahkan sudah beberapa kali kita rapat kerjakan, tapi sepertinya tidak ada penyelesaian, karena pihak ULP tidak kooperatif, yang datang selalu perwakilannya, ditambah lagi adanya masalah Covid-19 saat ini,” ungkap Saipullah Latif, salah satu anggota DPRD Bone yang hadir dalam rapat.
Ketua Komisi 1 DPRD Bone ini malah mengatakan, persoalan mendasar yang terjadi di ULP Bone sudah bersifat kasuistik akibat ulah oknum – oknum tertentu yang telah memanipulasi ketentuan, sehingga berdampak pada kinerja pemerintahan.
“Makanya dalam setiap rapat kita selalu rekomendasikan agar kinerja mereka (ULP) dievaluasi, karena ini sudah bersifat kasusistik, bayangkan pada persoalan DAK yang ditarik kembali karena kelambatan proses di situ, inikan merugikan daerah,” sebutnya.
Rapat akhirnya merekomendasikan segera memanggil pihak – pihak terkait untuk mengkonfrontir masalah ini. (Budiman)