Sekretar9BONESATU.COM – Kebijakan Pemkab Bone yang mengalokasikan dana pinjaman Pengendalian Ekonomi Nasional (PEN) Rp300 miliar di sektor jalan melalui pengaspalan dinilai mengingkari kesepakatan dengan pihak DPRD.
Seperti diungkap anggota DPRD Bone, Andi Muh Salam bahwa, kebijakan tersebut tidak sesuai yang disepakati dalam pembahasan APBD lalu, karena seharusnya dana pinjaman PEN ini digunakan untuk betonisasi jalan, bukan untuk pengaspalan.
Lihat juga: Usulan Pinjaman Dana PEN Bone Bakal Terealisasi Rp300 Miliar
“Dalam berbagai rapat, sampai pada penetapan APBD disepakati betonisasi, semua ada bukti berita acaranya. Bahkan di paripurna, semua usulan betonisasi dari pandangan fraksi disetujui oleh bupati, kenapa tiba – tiba ada pengaspalan,” kata Nursalam, Senin (7/6/21).
Alasan pihak DPRD Bone mengusulkan betonisasi menurut politikus dari Partai Nasdem ini, berdasarkan fakta beberapa ruas jalan yang telah diaspal sebelumnya hanya bisa bertahan sampai beberapa bulan, sementara dana pinjaman tersebut akan diangsur sampai 8 tahun ke depan.
“Apa pikirannya kalau aspal, inikan dana pinjaman, artinya ada beban yang akan ditinggalkan, kalau hanya beberapa bulan sudah rusak, kan justru berdampak kerugian besar bagi masyarakat, karena tidak mungkin dalam waktu dekat bisa dikerja lagi,” tuturnya.
Ironisnya, pengingkaran kesepakatan bukan hanya di situ, tapi pihak Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Penataan Ruang (DBMCKTR) Bone selaku pengelola juga malah mengalihkan lokasi beberapa ruas jalan yang akan direhabilitasi di luar dari kesepakatan.
“Inilah yang bisa merusak citra DPRD, karena apa yang sudah disepakati dalam APBD sudah kita sampaikan ke masyarakat, kalau ternyata faktanya berbeda, kan tentu akan menjadi preseden buruk bagi DPRD di mata masyarakat,” katanya.
Yang lebih parah lagi kata dia, Pemkab Bone tidak menyampaikan ke DPRD jika bunga dana pinjaman PEN yang sebelumnya disepakati nol persen ternyata berubah menjadi 6,19 persen atau Rp18 miliar per tahun. Padahal jika dilihat dari nilai beban bunga tersebut bakal memberi pengaruh besar terhadap struktur anggaran daerah selama bertahun – tahun.
“Secara teknis mungkin saja tidak ada regulasi yang mengikat bahwa harus disampaikan ke DPRD, tapi secara etis saya anggap ini tidak beretika, karena bunga nol persen tersebut menjadi bagian dari kesepakatan sebelumnya, jadi tentu berbeda dengan kondisi sekarang,” sebutnya.
Hal ini kata dia cukup beralasan, karena nilai bunga tersebut akan sangat berdampak besar pada kapasitas APBD ke depan yang secara teknis menjadi bagian dari fungsi budgeting DPRD.
“Bayangkan bunga Rp18 Miliar setiap tahun, inikan nilainya besar dan pasti memberi pengaruh terhadap kebijakan – kebijakan politis selanjutnya,” pungkasnya.
Laporan: Budiman Editor: HendraWijaya