BONESATU.COM, Bone – Meski Permendagri 90 Tahun 2019 mengamanatkan agar Pemerintah Daerah melakukan penyesuaian dengan membuat pemetaan Struktur Organisasi Tata Kelola (SOTK) dan pemetaan dokumen perencanaan untuk penyusunan dokumen anggaran 2021.
Namun karena pemetaan SOTK sesuai amanat PP Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Struktur Organisasi Pemerintah Daerah belum mampu direalisasikan oleh Pemkab Bone sampai saat ini, maka KUA PPAS Tahun Anggaran (TA) 2021 yang dilahirkan menjadi pincang.
Kepala Bappeda Bone, Ade Fariq Ashar yang dikonfirmasi tidak membantah adanya kepincangan tersebut. Namun menurutnya hal itu masih dibatas toleransi, karena Pemerintah Pusat masih memberi kesempatan sampai TA 2022.
“Rata – rata daerah kendalanya seperti itu. Inilah yang menjadi alasan, kenapa pemerintah pusat belum memperketat penyesuaian itu untuk tahun 2021. Padahal sebenarnya semua regulasi saat ini sudah memerintahkan penyesuaian itu,” terang Ade Fariq Ashar di ruang kerjanya, Senin (10/8/20).
Lagipula menurut dia, sampai saat ini belum ada perubahan untuk penyesuaian dari Rencana Strategis (Renstra) OPD sebagai dokumen induk perencanaan setiap OPD, karena Renstra yang merupakan subtansi utama dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) belum memenuhi syarat untuk direvisi.
“Memang menjadi dilema, karena secara subtansial, penyesuaian SOTK ini menuntut perubahan induk perencanaan, sementara Renstra OPD belum berubah karena revisi RPJMD belum dipersyaratkan, nanti tahun depan baru bisa,” terangnya.
Dia memberi contoh pada penyesuaian SOTK antara Dinas Perkintan dengan Dinas PUPR, di mana jika berdasarkan Permendagri 106 Tahun 2017, maka sejumlah kewenangan urusan dari Dinas Perkintan seharusnya berpindah ke Dinas PUPR. Namun karena Renstra dari kedua OPD ini belum berubah, maka secara otomatis menjadi rancuh jika kewenangannya berpindah.
“Misalnya, kegiatan Pembangunan Gedung, inikan kewenangan Perkintan. Jika kewenangan ini dipindahkan ke PUPR, tentu menjadi rancuh, karena kegiatan ini tidak ada di Renstra PUPR, begitu juga beberapa OPD lain yang kewenangannya berpindah atau berubah,” jelasnya.
Alasan lain yang lebih prinsipil kata dia, hasil asistensi pemetaan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk TA 2021 sesuai amanat Permendagri Nomor 90 Tahun 2019, justru disetujui baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Sementara diketahui menu program dari RKPD inilah yang menjadi rujukan dalam penyusunan KUA – PPAS TA 2021.
“Logikanya kan begitu, tidak mungkin RKPD ini disetujui jika memang dianggap tidak bisa dilanjutkan, karena memang pemetaannya tersendiri dengan pemetaan SOTK,” ujarnya.
Itulah sebabnya kata dia, Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) yang dibangun oleh Kemendagri sesuai amanat Permendagri Nomor 70 Tahun 2019, masih memberi toleransi bagi setiap OPD di daerah untuk mengintegrasikan kegiatan lintas urusan yang bukan merupakan urusan utamanya.
“Petunjuknya seperti itu. Jadi jika dalam Renstra OPD ternyata bukan urusannya, maka OPD tersebut bisa menempatkan urusan itu dalam sub kegiatan yang bukan urusan utamanya. Ini menandakan sistem itu juga masih memberi toleransi. Tapi perlu diketahui untuk tahun 2022 tidak ada lagi toleransi, semua harus melakukan penyesuaian,” pungkasnya. (Budiman)
Editor : Idhul Abdullah